Kitakini.com - Mantan Komisaris Utama Pertamina,
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengaku terkejut setelah menjalani pemeriksaan sebagai
saksi dalam kasus dugaan
korupsi tata kelola
minyak mentah dan produk kilang di
PT Pertamina Subholding dan
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
Ahok mengungkapkan, banyak hal yang sebelumnya tidak diketahuinya terungkap selama proses pemeriksaan.
"Saya juga kaget-kaget, gitu lho. Kok gila juga ya, saya bilang gitu ya," kata Ahok kepada awak media di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama 10 jam tersebut, Ahok mengaku baru mendengar banyak hal terkait operasional perusahaan. Sebagai Komisaris Utama Pertamina periode 2019-2024, ia mengaku tidak terlibat hingga ke level operasional di anak perusahaan atau subholding.
"Saya juga kaget-kaget. Karena kan ini subholding-nya. Subholding kan saya enggak bisa sampai ke operasional," ujarnya.
Ahok juga mengungkapkan, dirinya baru mengetahui beberapa fakta, seperti penelitian terkait dugaan penipuan (fraud) hingga transfer yang dipertanyakan. "Saya juga kaget-kaget juga dikasih tahu penelitian ini ada fraud apa, ada penyimpangan, transfer seperti apa, dia jelasin," tuturnya.
Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, enam di antaranya merupakan petinggi di anak usaha atau subholding Pertamina. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya, dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
Selain itu, tiga broker juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Muhammad Kerry Adrianto Riza (beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa), Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim), serta Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak). Kejaksaan Agung memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.