Kitakini.com -Seratusan mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumatera Utara pada Kamis (20/2/2025). Aksi ini digelar untuk menyampaikan sejumlah tuntutan kritis kepada pemerintah, terutama terkait implementasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. Mahasiswa menilai kebijakan ini justru berpotensi mengurangi kesejahteraan masyarakat, termasuk di lingkungan kampus.
Selain isu efisiensi anggaran, mahasiswa juga mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk merampingkan kabinet yang dinilai terlalu besar dan berpotensi membebani keuangan negara. Mereka menegaskan bahwa kabinet yang ramping akan lebih efektif dalam mengelola anggaran dan memprioritaskan kepentingan rakyat.
Tak hanya itu, massa aksi juga menekan DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat. Hal ini dinilai penting mengingat maraknya konflik agraria di Sumatera Utara dan berbagai daerah lain di Indonesia. Mahasiswa juga menuntut penghapusan dwifungsi TNI, yang dikhawatirkan dapat mengembalikan praktik otoritarianisme di Tanah Air.
Dalam orasi mereka, mahasiswa turut mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset sebagai langkah memperkuat stabilitas keuangan negara. Mereka juga meminta evaluasi menyeluruh terhadap program makan bergizi gratis yang dinilai membebani anggaran secara berlebihan.
Aksi Berlangsung di Tengah Hujan Deras
Meski hujan deras mengguyur, semangat mahasiswa tidak surut. Mereka tetap melanjutkan aksi dengan bergantian berorasi. Beberapa mahasiswa bahkan membakar ban sebagai bentuk protes simbolis dan berusaha mendobrak pagar kantor DPRD Sumut. Mereka menuntut agar anggota DPR RI dari setiap komisi hadir untuk mendengarkan dan merespons tuntutan mereka secara langsung.
Di tengah aksi, Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Hanura, Lambok Simamora, datang untuk menemui mahasiswa. Namun, mahasiswa menolak pertemuan tersebut karena mereka menginginkan seluruh pimpinan komisi hadir untuk mendengarkan aspirasi mereka secara lengkap. Melihat sikap mahasiswa yang tetap bersikeras, Lambok Simamora akhirnya meninggalkan lokasi tanpa banyak berkomentar.
Meski berlangsung dalam kondisi hujan, aksi ini tetap berjalan damai. Para mahasiswa menutup aksi mereka dengan doa dan selawat sebagai simbol perjuangan dan harapan akan perubahan yang lebih baik. Aksi ini menjadi bukti nyata bahwa suara mahasiswa tetap lantang menyuarakan kepentingan rakyat, meski di tengah tantangan cuaca dan birokrasi.